Vaksinasi pada Pasien Rehabilitasi Narkoba

Gaya Hidup55 views

Mereka yang memiliki penyakit tertentu tidak boleh divaksin COVID-19. Namun untuk orang yang sedang rehab narkoba boleh mendapatkan vaksin. Narkoba adalah zat membahayakan yang dapat merusak fungsi tubuh. Namun mengapa pemakai narkoba masih boleh menerima vaksin COVID-19?

Selama ini dipercaya bahwa narkoba akan memperbesar efek samping setelah vaksinasi yang cukup berbahaya. Pemakai narkoba boleh menerima vaksin COVID-19 itu dijelaskan Siti Nadia Tarmizi yang merupakan Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Indonesia. Para pengguna pun tak harus menyertakan surat keterangan bebas narkoba (SKBN) ketika ikut vaksinasi gratis. Namun diberikan beberapa syarat yang wajib dipenuhi yaitu tak menderita sakit gagal ginjal kronis, autoimun, kelainan darah, gangguan jantung dan keadaan kronis lain. Prinsipnya, mereka yang sedang menjalani rehabilitasi narkoba yang telah terdaftar sebagai penerima vaksin COVID-19 mesti dalam kondisi sehat bebas dari penyakit berat.

Yang diperhatikan adalah penyakit yang diidap, tidak pada efek samping sementara yang diakibatkan narkoba. Selain, jika narkoba itu telah menurunkan fungsi organ tubuh yang mengakibatkan munculnya penyakit kronis. Jika kondisinya demikian maka pengguna narkoba tak dapat menerima vaksin COVID-19. Tidak hanya itu, saat akan mendapatkan vaksin, orang yang sedang rehabilitasi narkoba juga mesti kondisinya stabil. Status stabil harus diperoleh dengan pengecekan komprehensif serta pernyataan dokter yang menangani. Jadi terdapat dua syarat yang harus dimiliki pengguna narkoba supaya dapat menerima vaksin COVID-19 ialah tak menderita penyakit kronis dan dalam kondisi stabil.

Ada tiga tahapan rehabilitasi yang dijalankan supaya pasien narkoba menjadi stabil dan bebas dari ketergantungan obat-obatan terlarang, meliputi :

  • Fase Detoksifikasi : sesudah melewati proses skrining keseluruhan (tak terkecuali penyakit yang diidap) maka pihak dokter akan melakukan evaluasi tentang zat yang dikonsumsi korban. Dokter pun mempertimbangkan untuk memberikan obat pengganti. Karena bila terjadi putus obat secara mendadak malah akan mengakibatkan penderita menjadi sakau. Di samping adanya obat pengganti, pemberian obat guna meredakan efek kecanduan pun dibutuhkan. Terapi cold turkey berupa memasukkan penderita dalam ruang tertentu dalam jangka waktu dua minggu tanpa diberikan obat pengganti pun dapat dijalankan.
  • Psikososial Primary : dalam tahapan rehabilitasi ini perilaku dan berbagi kebiasaan negatif korban akan dibenahi. Pada fase ini akan melatih korban agar bisa menemukan jati diri lalu dapat menjalani kehidupan normal bebas dari ketergantungan narkoba lagi. Kegiatan yang akan mengasah keterampilan pun mulai diberikan pada fase ini.
  • Re-Entry : tahapan rahabilitasi ini membantu menyiapkan peserta rehabilitasi narkoba agar siap kembali ke masyarakat. Disediakan berbagai kelas keterampilan pada fase re-entry ini. Dokter pun akan membuat evaluasi kepada peserta. Jika memang kondisi sudah betul-betul positif dan siap berkegiatan di masyarakat maka peserta sudah diperkenankan keluar dari panti rehabilitasi.

Keadaan bekas pecandu narkoba yang stabil cukup penting untuk dicapai. Sehingga petugas tak akan kesulitan memastikan penyebab jika muncul reaksi negatif setelah dilakukan vaksinasi. Jadi tidak karena sebagai pasien rehabilitasi narkoba, namun orang yang tak dapat dilakukan vaksinasi COVID-19 adalah mereka yang menderita : autoimun, gagal ginjal kronis dan transplantasi ginjal, sakit jantung, hipertensi tak terkendali, dan kelainan darah.

Kendati tak punya penyakit bawaan, mereka yang mempunyai kondisi berikut pun tak boleh divaksin COVID-19 yaitu : wanita hamil dan menyusui, positif COVID-19 atau kontak erat dengan penderita, batuk pilek dan sesak napas sepekan terakhir, orang yang mempunyai riwayat alergi berat.